Pengaruh Pembelajaran Online Terhadap Kesehatan dan Cara Mencegahnya

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

little boy doing school online

Selama pandemi Covid-19, anak sekolah belajar jarak jauh dengan penerapan kelas online. Cara belajar ini juga masih berlangsung hingga saat ini walaupun sudah ada beberapa sekolah yang telah mengadakan pembelajaran tatap muka. Ternyata, penerapan kelas online berpengaruh buruk juga bagi kesehatan terutama kesehatan mata dan kesehatan mental.

 

Dampak Terhadap Kesehatan Mata

• Penglihatan Kabur

Menatap objek pada jarak sama untuk waktu yang lama dapat mengakibatkan sistem fokus mata menjadi kejang atau “terkunci” sementara. Kondisi ini biasanya disebut kejang akomodasi yang membuat penglihatan kabur. Jika dibiarkan, dampak jangka panjangnya bisa membuat mata minus atau rabun jauh.

 

• Mata Kering

Tanpa disadari, saat menatap layar terlalu lama, mata kamu jadi jarang berkedip. Hal ini bisa memicu mata tidak sehat, seperti kering dan iritasi. Mata terasa gatal dan penglihatan lebih buram dari biasanya. Ditambah lagi, penggunaan laptop atau HP biasanya diletakkan di area visual yang lebih tinggi daripada buku. Akibatnya, kelopak mata atas cenderung terbuka lebih lebar sehingga mempercepat penguapan lapisan air mata.

 

• Mata Lelah

Terlalu lama menatap layar laptop atau HP bisa membuat mata kamu lelah. Gejalanya dapat berupa rasa sakit di sekitar pelipis dan area mata. Saat mengikuti metode pembelajaran daring, mata kamu perlu berkonsentrasi lama pada layar laptop atau HP untuk memahami materi yang diajarkan Bapak/Ibu guru. Hal itulah yang memicu kelelahan pada mata.

 

Cara Mencegahnya

• Pastikan Cahaya di Ruangan Cukup

• Konsumsi Makanan Bergizi

• Sering Mengedipkan Mata

• Sering Mengedipkan Mata

 

 

Dampak Terhadap Kesehatan Mental

Hasil studi yang berjudul "Social media fatigue pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19: Peran neurotisisme, kelebihan informasi, invasion of life, dan kecemasan" dalam Jurnal Psikologi Sosial (Juni, 2020) terbitan UI. Riset itu memeriksa apakah neurotisisme, kelebihan informasi, invasion of life, dan kecemasan memengaruhi "social media fatigue" pada mahasiswa/siswa yang belajar di rumah karena pandemi. Partisipan riset ini berjumlah 639 orang mahasiswa dari Jabodetabek dan beberapa kota lain yang aktif menggunakan media sosial sebagai sarana belajar di rumah dan juga mencari dan menerima berbagai informasi.

 

Social media fatigue adalah perasaan subjektif pengguna media sosial yang merasa lelah, jengkel, marah, kecewa, dan kehilangan minat, atau motivasi berinteraksi di berbagai medsos karena banyaknya konten yang ditemui. Hasil penelitian ini menunjukkan besarnya pengaruh kelebihan informasi pada social media fatigue dan lebih rentannya kelompok mahasiswa/siswa untuk mengalami kondisi ini saat belajar di rumah selama pandemi COVID-19. "Individu menemui kesulitan untuk bisa mengatasi begitu banyaknya informasi dan meninggalkan media sosialnya sebab hal ini terkait dengan kebutuhan akademis untuk belajar di rumah selama pandemi COVID-19," tulis para peneliti di laporan itu. "Mahasiswa/Siswa yang belajar di rumah karena pandemi rentan mengalami social media fatigue karena media sosial yang biasa digunakan sebagai coping stress dalam kasus ini menjadi sumber stres baru," demikian kesimpulan mereka

Hasil riset lainnya, berjudul "Gambaran Psikologis Mahasiswa Dalam Proses Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19" yang termuat di Jurnal Keperawatan Jiwa (Agustus, 2020) terbitan Universitas Muhammadiyah Semarang, memperlihatkan dampak kuliah daring pada psikologis mahasiswa. "Masalah psikologis yang paling banyak dialami mahasiswa karena pembelajaran online adalah kecemasan," demikian kesimpulan laporan tersebut. Dengan sampel 190 mahasiswa, hasil penelitian itu menunjukkan 41,58% responden mengalami kecemasan ringan dan 16,84% merasakan kecemasan sedang akibat kuliah daring. Sementara laporan bertajuk "Deteksi Dini Kesehatan Mental Akibat Pandemi Covid 19 pada Unnes Sex Care Community," dalam Jurnal Praxis (September, 2020) terbitan Unika Soegijapranata juga menyoroti hal yang sama. Hasil riset ini menunjukkan 63,6% responden terindikasi mengalami masalah kesehatan mental akibat pandemi. Sejumlah masalah itu: merasa cemas dan khawatir (59%); sulit tidur (50%); sulit berpikir (50%); lelah sepanjang waktu (50%); dan punya pikiran mengakhiri hidup (9%). Namun, yang perlu dicatat, riset di atas melibatkan responden mahasiswa sebanyak 44 orang saja yang tergabung di UKM Unnes Sex Care Community Universitas Negeri Semarang.

 

Cara Mencegahnya

1. Mengenali emosi yang timbul dan mengekspresikannya dengan cara yang benar.
2. Membangun sikap asertif, Sikap asertif adalah kemampuan untuk mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain, tetapi tetap menjaga dan menghargai hak serta perasaan pihak lain. Dengan berbicara secara asertif, seseorang dapat menyelesaikan masalah dengan tidak menyakiti lawan bicara.

3. Komukasi terbuka   Selain itu, pelajar bisa berbicara dengan keluarga dan teman mengenai permasalahan hidupnya agar bisa menemukan keteduhan hati maupun solusi.

4. Pola hidup sehat, Jaga pola hidup sehat dengan makan sehat, tidur cukup, olahraga, dan buat jadwal teratur. Itu membantu sekali untuk meningkatkan kesehatan mental kita.

5. Menyaring informasi Dalam masa informasi serba cepat ini, pelajar juga lebih baik mencari informasi yang akurat dari sumber terpecaya dan tervalidasi.


Sumber :

 https://pahamify.com/

https://tirto.id/

https://edukasi.kompas.com/

Kontak Kami

  • Pemasaran:082118700765

  • Alamat: Jl. Ir. H. Juanda No. 101 Bandung 40132 / Kantor Yayasan : Jl. Ir. H Juanda No. 100, Desa/Kelurahan Lebak Gede, Kec. Coblong, Kota Bandung, Provinisi Jawa Barat, Kode Pos : 40132

  • Telephone:(022) 2533783, (022) 2533704

  • Email: sekretariat@jpkmsuryasumirat.com

Connect With Us

Facebook

Whatsapp

Instagram

 

©2024 JPKM Surya Sumirat - Persekutuan dan Perkumpulan PERHIMPUNAN SANTO BORROMEUS